Kamis, 02 Juni 2011

Imagical Power: NEGERI IMPIAN

Imagical Power: NEGERI IMPIAN: "Di negeri impian kutemukan keabadian seabadi hitungan abad hingga habis kata tuk membilang Di negeri impian tempat para pengembara merebah..."

NEGERI IMPIAN

Di negeri impian kutemukan keabadian
seabadi hitungan abad hingga habis kata tuk membilang
Di negeri impian tempat para pengembara merebah duka
menanggalkan perih yang melekat erat ditubuhnya
membebaskan nyata yang terpenjara di jeruji keyakinan
seperti budak yang di bebaskan dari tuan-tuannya
seperti tuan yang tidak lagi menyandang simbol-simbol singgahsananya yang dahulu menjadi puncak pendakian dari terjal yang membebaskan peluh darah oleh luasnya sasana juang duniawi demi khasanah di khalayak puja sorai
lalu mereka mengejawantahkan bahagia yang dulu selalu angkuh berpaling meninggalkan ladang-ladang kepatuhan tanpa setitis air iba pada gugusan ketidakberdayaan

Di sebuah meja seukuran dunia
tergelar hidangan-hidangan istimewa
Pinggan-pinggan yang terisi keikhlasan dan berlauk kejujuran
segera mengenyangi laparnya kuasa kesucian yang bersyiam dari tindas tirani murka serta semena-mena pada Tuhan yang bersatu di relung dadanya
Piala-piala yang terisi manisnya anggur sejuk mengalir dan menyuling gaib dibawah telapak-telapak kaki mereka yang mewangi tak bisa di bandingkan dengan wewangian jafaron maupun kasturi dari sakral yang menyesati sesaknya ruang gerak pengabdian tunggal pada Raja diraja
Air kesejukanpun bahkan memandikan adikuasa dahaga yang mengangkangi hakikat bahagia-bahagia yang selalu lolos ketika dulu mereka hendak mereguknya di tenggorokan kemiskinan

Senyum-senyum menguak bahagia setelah lama menutup kelopaknya dari sinar ketidakadilan berselubung kemakmuran
lalu para bidadari bermanja-manja di haribaan nestapa yang telah mengeluarkan sayap-sayapnya serupa tetumbuhan yang bersemi usai kemarau setubuh undang-undang ukhrawi menetaskan agungnya sahara birahi kebebasan tanpa pekung selubung syari' nan tabu..

Ia melepaskan keperawanan zuhud bersandar di pilar-pilar azzam yang menyangga kerajaan-kerajaan haram dari kemunafikan..

Dan segalanya tak mungkin akan berakhir dari persenggamaan patuh dan ikhlas menuju klimaks keridhoan Sang Maha Pemuas Mimpi

DEWI MALAM

Kala surya mulai tenggelam
di kesunyian biru telaga..
Perlahan bebatuan tebing-tebing berkilauan

menangkap sinar rembulan
yang mulai naik perlahan diantara celah-celah rindang pepohonan..

Seperti mutiara terlantar
yang sembunyi di kesiangan
dan malam yang dapat menterjemahkan keberadaan pesona bias-bias surganya..

Semilir angin berhembus meniup dedaunan
yang berlawan riak telaga
bermuarakan nyawa-nyawa tanya..

Telaga itu adalah saksi insan-insan beradu mesra...

Seakan menyimpan sumpah serapah jelaga janji..
Seolahpun membawa kidung kidung asmara mendayu syahdu..

Menjelang rembulan sempurna mentahtakan diri..
Kehangatan pijarnya menyeruak kegelapan di suatu perjamuan jiwa yang kelaparan..

Lapar kepada detik yang berlalu membawa indah senyuman...
Dahaga kepada sebening embun pada daun cinta
yang bergulir ke tanah ladang asmara..

Jernih airnya melukis jemari-tangan lembut pijarnya meliuk-liuk
terpendar tarian riak yang mengalir lamban..

Sementara wajah ayu sang rembulan masih utuh keanggunannya..
Walau tak terbias paras itu di ketenangan danau dan lincah air telaga..

Tetap ternikmati indah selaksa mantera
yang terlontar lolongan serigala-serigala malam,

seakan bersuka ria menyambut purnama yang mengambang diatas telaga hati yang bimbang..

Dewi malam..
Adakah peranmu menggantikan waktu..?

Sekedar kau menemani sepanjang semadi
di suatu pesanggrahan semesta renunganku..

Sentuhan lembutmu balut tubuhku menghangatkan hati kesunyianku..

Untaikanlah gita batinku
sealun dawai-dawai rindu dengan keindahan pijar pijar sinar membasuh nestapaku..

Dewi malam..
Temani aku....turunkanlah anak asuhmu yang bersayap-sayap kasih usir kesahku...

Biar dia aku mencatat naskah lembaran biru di tepi telaga ini..

Biar aku tenggelam...biar aku berenang di kedalaman hati yang selalu sembunyi...

Dewi malam..
Jangan kau lekas berlalu...
Biarkan sejenak ku telanjang

agar kau dapat meraba..
Betapa kurus kering cintaku

berharap secercah sinar pasangan jiwaku olehmu......

Senin, 30 Mei 2011

Tentang Jin, Manusia, dan Setan

Ada pengertian yang kemudian menjadi penting ketika mengkaji kitab Allah, yaitu penyebutan Jin, Manusia, Setan, dan Iblis. Saya kadang bingung, apa bedanya. Oleh karena itu, di bawah ini saya kopi paiskan dari sumber Syariah Online yang ditulis oleh Al-Ustadz Abu Hamzah Yusuf di bawah ini, dengan beberapa catatan tambahan dari redaksi As Syariah On line yang melengkapi.
Sebelum saya lanjutkan membaca (mempelajari), kalau minat, sengaja saya buat dengan judul Jin dan Manusia, Setan dan Iblis. Alasan saya mengambil judul tersebut karena :
1. Jin dan manusia, dalam beberapa ayat al Qur’an dijelaskan sebagai produk ciptaan (dari api yang sangat panas dan dari tanah kering). Keduanya pada beberapa ayat disebut “orang”, yaitu yang mengindikasikan sebutan kepada mahluk. Jika dipisahkan, maka saya menangkap sebutan orang yang manusia adalah insan atau manusia.
2. Setan dan Iblis diterangkan dalam bahasa ayat lebih saya tangkap sebagai sikap/perilaku. Karena ditegasi dalam Al Qur’an setan bisa dari golongan Jin dan Manusia, maka menisbahkan kata setan hanya untuk mahluk yang disebut jin atau mahluk tidak kasat mata, menurut saya mengurangi kemampuan kita memaknai keseluruhan pemahaman.
3. Iblis disebutkan langsung oleh Allah kepada Jin. Jadi saya menyimpulkan bahwa  jin pada perintah Allah, maka Allah menyebutnya sebagai Iblis. Namun, yang dapat saya pahami, sebutan “iblis” juga spesifik pada suatu kondisi, yaitu kondisi ketika Adam dan Iblis sama-sama ada di Surga. Saya belum menemukan kata “iblis” dalam operasional setelah komunikasi Allah dengan Iblis di Surga. (pls koreksi bila salah).
4. Penyebutan sebagai syetan juga perilaku dan jelas perilaku ingkar, dalam banyak ayat saya menangkapnya ditujukan pada perilaku manusia dan jin.
Tepatkah kalau dikatakan moyangnya setan adalah Iblis?. Menurut pemahaman jelas tidak tepat. Setan itu dari golongan manusia dan golongan jin. Kalau disebut moyangnya setan adalah Iblis, maka penyifatan (sikap atau perilaku) menjadi wujud. Lebih tepat, moyangnya jin adalah jin yang ingkar (iblis). Namun, jelas pula dalam al qur’an ada jin yang menyeru kebaikan (beriman). Ini bisa dipahami bahwa Iblis ada yang menjadi setan dan ada yang menjadi orang beriman. Sebutan “orang” ditujukan kepada jin dan manusia.
Dengan pola pikir ini, saya “merasa” bahwa Surat An Nas yang diakhir kalimat menegasi … dari golongan jin dan manusia menjadi lebih mudah terpahami.
Sedangkan kalau kita mendengar kata godaan setan. Itu lebih dipahami sebagai : godaan dari manusia ingkar dan jin yang ingkar.
Dan demikianlah Kami jadikan bagi tiap-tiap nabi itu musuh, yaitu setan-setan (dari jenis) manusia dan (dari jenis) jin, sebahagian mereka membisikkan kepada sebahagian yang lain perkataan-perkataan yang indah-indah untuk menipu (manusia).” (Al-An’am: 112)
Atas dasar pola pikir inilah, maka saya pilih judul di atas dengan kata Jin dan Manusia, Setan dan Iblis. Perbedaan dan pemahaman ini tentunya diharapkan karenanya, bila mengkaji lebih tepat sasaran.
Tepatkah kalau ada pernyataan Siapakah musuh syetan?. Kalau jawabannya : Syetan adalah musuh manusia. Maka jawaban ini, sebenarnya keluar dari definisi bahwa setan itu bisa dari golongan manusia dan jin. Jadi ayat berikut ini :
Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam keseluruhan, dan janganlah kamu turut langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu. (QS.Al-Baqarah : 208 )
semestinya dipahami, syaitan itu musuh nyata bagimu. Kata “mu” di sini adalah orang-orang beriman. Bukankah kita wahyu ini untuk orang beriman dan berakal…
Sedangkan tulisan di bawah ini, meski tidak bersetuju dengan judulnya, namun jelas sebuah informasi yang berharga untuk disimak dan dipelajari.
Perbedaan Antara Jin, Setan dan Iblis
Penulis : Al-Ustadz Abu Hamzah Yusuf
Tema Jin, Setan, dan Iblis masih menyisakan kontroversi hingga kini. Namun yang jelas, eksistensi mereka diakui dalam syariat. Sehingga, jika masih ada dari kalangan muslim yang meragukan keberadaan mereka, teramat pantas jika diragukan keimanannya.
Sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta’ala telah mengutus nabi kita Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan risalah yang umum dan menyeluruh. Tidak hanya untuk kalangan Arab saja namun juga untuk selain Arab. Tidak khusus bagi kaumnya saja, namun bagi umat seluruhnya. Bahkan Allah Subhanahu wa Ta’ala mengutusnya kepada segenap Ats-Tsaqalain: jin dan manusia.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
قُلْ يَاأَيُّهَا النَّاسُ إِنِّي رَسُوْلُ اللهِ إِلَيْكُمْ جَمِيْعًا
“Katakanlah: `Wahai manusia, sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepadamu semua.” (Al-A’raf: 158)
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
وَكَانَ النَّبِيُّ يُبْعَثُ إِلَى قَوْمِهِ خَاصَّةً وَبُعِثْتُ إِلَى النَّاسِ كَافَّةً
“Adalah para nabi itu diutus kepada kaumnya sedang aku diutus kepada seluruh manusia.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim dari Jabir bin Abdillah radhiallahu ‘anhuma)
Allah Subhanahu wa Ta’ala juga berfirman:
وَإِذْ صَرَفْنَا إِلَيْكَ نَفَرًا مِنَ الْجِنِّ يَسْتَمِعُوْنَ الْقُرْآنَ فَلَمَّا حَضَرُوْهُ قَالُوا أَنْصِتُوا فَلَمَّا قُضِيَ وَلَّوْا إِلَى قَوْمِهِمْ مُنْذِرِيْنَ. قَالُوا يَا قَوْمَنَا إِنَّا سَمِعْنَا كِتَابًا أُنْزِلَ مِنْ بَعْدِ مُوْسَى مُصَدِّقًا لِمَا بَيْنَ يَدَيْهِ يَهْدِي إِلَى الْحَقِّ وَإِلَى طَرِيْقٍ مُسْتَقِيْمٍ. يَا قَوْمَنَا أَجِيْبُوا دَاعِيَ اللهِ وَآمِنُوا بِهِ يَغْفِرْ لَكُمْ مِنْ ذُنُوْبِكُمْ وَيُجِرْكُمْ مِنْ عَذَابٍ أَلِيْمٍ. وَمَنْ لاَ يُجِبْ دَاعِيَ اللهِ فَلَيْسَ بِمُعْجِزٍ فِي اْلأَرْضِ وَلَيْسَ لَهُ مِنْ دُوْنِهِ أَوْلِيَاءُ أُولَئِكَ فِي ضَلاَلٍ مُبِيْنٍ
“Dan ingatlah ketika Kami hadapkan sekumpulan jin kepadamu yang mendengarkan Al-Qur`an. Maka ketika mereka menghadiri pembacaannya lalu mereka berkata: `Diamlah kamu (untuk mendengarkannya)’. Ketika pembacaan telah selesai, mereka kembali kepada kaumnya (untuk) memberi peringatan. Mereka berkata: `Wahai kaum kami, sesungguhnya kami telah mendengarkan kitab (Al-Qur`an) yang telah diturunkan setelah Musa, yang  kitab-kitab yang sebelumnya lagi memimpin kepada kebenaran dan jalan yang lurus. Wahai kaum kami, terimalah (seruan) orang yang menyeru kepada Allah dan berimanlah kepada-Nya, niscaya Allah akan mengampuni dosa-dosa kamu dan melepaskan kamu dari azab yang pedih. Dan orang yang tidak menerima (seruan) orang yang menyeru kepada Allah, maka dia tidak akan lepas dari azab Allah di muka bumi dan tidak ada baginya pelindung selain Allah. Mereka itu dalam kesesatan yang nyata’.” (Al-Ahqaf: 29-32)
Jin Diciptakan Sebelum Manusia
Tak ada satupun dari golongan kaum muslimin yang mengingkari keberadaan jin. Demikian pula mayoritas kaum kuffar meyakini keberadaannya. Ahli kitab dari kalangan Yahudi dan Nashrani pun mengakui eksistensinya sebagaimana pengakuan kaum muslimin, meski ada sebagian kecil dari mereka yang mengingkarinya. Sebagaimana ada pula di antara kaum muslimin yang mengingkarinya yakni dari kalangan orang bodoh dan sebagian Mu’tazilah.
Jelasnya, keberadaan jin merupakan hal yang tak dapat disangkal lagi mengingat pemberitaan dari paranabi sudah sangat mutawatir dan diketahui orang banyak. Secara pasti, kaum jin adalah makhluk hidup, berakal dan mereka melakukan segala sesuatu dengan kehendak. Bahkan mereka dibebani perintah dan larangan, hanya saja mereka tidak memiliki sifat dan tabiat seperti yang ada pada manusia atau selainnya. (Idhahu Ad-Dilalah fi ’Umumi Ar-Risalah hal. 1, lihat Majmu’ul Fatawa, 19/9)
Anehnya orang-orang filsafat masih mengingkari keberadaan jin. Dan dalam hal inipun MuhammadRasyid Ridha telah keliru. Dia mengatakan: “Sesungguhnya jin itu hanyalah ungkapan/ gambaran tentang bakteri-bakteri. Karena ia tidak dapat dilihat kecuali dengan perantara mikroskop.” (Nashihatii li Ahlis Sunnah minal Jin oleh  Muqbil bin Hadi rahimahullahu)
Jin lebih dahulu diciptakan daripada manusia sebagaimana dikabarkan Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam firman-Nya:
وَ لَقَدْ خَلَقْنَا اْلإِنْسَانَ مِنْ صَلْصَالٍ مِنْ حَمَإٍ مَسْنُوْنٍ. وَالْجَانَّ خَلَقْنَاهُ مِنْ قَبْلُ مِنْ نَارِ السَّمُوْمِ
“Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia (Adam) dari tanah liat kering (yang berasal) dari lumpur hitam yang diberi bentuk. Dan Kami telah menciptakan jin sebelum (Adam) dari api yang sangat panas.” (Al-Hijr: 26-27)
Karena jin lebih dulu ada, maka Allah Subhanahu wa Ta’ala mendahulukan penyebutannya daripada manusia ketika menjelaskan bahwa mereka diperintah untuk beribadah seperti halnya manusia. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَاْلإِنْسَ إِلاَّ لِيَعْبُدُوْنِ
“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku.” (Adz-Dzariyat: 56)
Jin, Setan, dan Iblis
Kalimat jin, setan, ataupun juga Iblis seringkali disebutkan dalam Al-Qur`an, bahkan mayoritas kita pun sudah tidak asing lagi mendengarnya. Sehingga eksistensinya sebagai makhluk Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak lagi diragukan, berdasarkan Al-Qur`an dan As-Sunnah serta ijma’ ulama Ahlus Sunnah wal Jamaah. Tinggal persoalannya, apakah jin, setan, dan Iblis itu tiga makhluk yang berbeda dengan penciptaan yang berbeda, ataukah mereka itu bermula dari satu asal atau termasuk golongan para malaikat?
Yang pasti, Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menerangkan asal-muasal penciptaan jin dengan firman-Nya:
وَالْجَانَّ خَلَقْنَاهُ مِنْ قَبْلُ مِنْ نَارِ السَّمُوْمِ
“Dan Kami telah menciptakan jin sebelum (Adam) dari api yang sangat panas.” (Al-Hijr: 27)
Juga firman-Nya:
وَخَلَقَ الْجَانَّ مِنْ مَارِجٍ مِنْ نَارٍ
“Dan Dia menciptakan jin dari nyala api.” (Ar-Rahman: 15)
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
خُلِقَتِ الْمَلاَئِكَةُ مِنْ نُوْرٍ وَخُلِقَتِ الْجَانُّ مِنْ مَّارِجٍ مِنْ نَارٍ وَخُلِقَ آدَمُ مِمَّا وُصِفَ لَكُمْ
“Para malaikat diciptakan dari cahaya, jin diciptakan dari nyala api, dan Adam diciptakan dari apa yang disifatkan kepada kalian.” (HR. Muslim no. 2996 dari ’Aisyah radhiallahu ‘anha)
Adapun Iblis, maka Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman tentangnya:
وَإِذْ قُلْنَا لِلْمَلاَئِكَةِ اسْجُدُوا لآدَمَ فَسَجَدُوا إِلاَّ إِبْلِيْسَ كَانَ مِنَ الْجِنِّ
“Dan (ingatlah) ketika Kami berfirman kepada para malaikat: ‘Sujudlah kamu kepada Adam’, maka sujudlah mereka kecuali Iblis. Dia adalah dari golongan jin…” (Al-Kahfi: 50)
Ibnu Katsir rahimahullahu berkata: “Iblis mengkhianati asal penciptaannya, karena dia sesungguhnya diciptakan dari nyala api, sedangkan asal penciptaan malaikat adalah dari cahaya. Maka Allah Subhanahu wa Ta’ala mengingatkan di sini bahwa Iblis berasal dari kalangan jin, dalam arti dia diciptakan dari api. Al-Hasan Al-Bashri berkata: ‘Iblis tidak termasuk malaikat sedikitpun. Iblis merupakan asal mula jin, sebagaimana Adam sebagai asal mula manusia’.” (Tafsir Al-Qur`anul ’Azhim, 3/94)
 Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di rahimahullahu mengatakan: “Iblis adalah abul jin (bapak para jin).” (Taisir Al-Karim Ar-Rahman, hal. 406 dan 793)
Sedangkan setan, mereka adalah kalangan jin yang durhaka.  Muqbil bin Hadi rahimahullahu pernah ditanya tentang perbedaan jin dan setan, beliau menjawab: “Jin itu meliputi setan, namun ada juga yang shalih. Setan diciptakan untuk memalingkan manusia dan menyesatkannya. Adapun yang shalih, mereka berpegang teguh dengan agamanya, memiliki masjid-masjid dan melakukan shalat sebatas yang mereka ketahui ilmunya. Hanya saja mayoritas mereka itu bodoh.” (Nashihatii li Ahlis Sunnah Minal Jin)
Siapakah Iblis?1
Terjadi perbedaan pendapat dalam hal asal-usul iblis, apakah berasal dari malaikat atau dari jin.
Pendapat pertama menyatakan bahwa iblis berasal dari jenis jin. Ini adalah pendapat Al-Hasan Al-Bashri rahimahullahu. Beliau menyatakan: “Iblis tidak pernah menjadi golongan malaikat sekejap matapun sama sekali. Dan dia benar-benar asal-usul jin, sebagaimana Adam adalah asal-usul manusia.” (Diriwayatkan Ibnu Jarir dalam tafsir surat Al-Kahfi ayat 50, dan dishahihkan oleh Ibnu Katsir dalam Tafsir-nya)
Pendapat ini pula yang tampaknya dikuatkan oleh Ibnu Katsir, Al-Jashshash dalam kitabnya Ahkamul Qur‘an (3/215), dan Asy-Syinqithi dalam kitabnya Adhwa`ul Bayan (4/120). Penjelasan tentang dalil pendapat ini beliau sebutkan dalam kitab tersebut. Secara ringkas, dapat disebutkan sebagai berikut:
1. Kema’shuman malaikat dari perbuatan kufur yang dilakukan iblis, sebagaimana firman Allah:
لاَ يَعْصُوْنَ اللهَ مَا أَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُوْنَ مَا يُؤْمَرُوْنَ
“…yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.” (At-Tahrim: 6)
لاَ يَسْبِقُوْنَهُ بِالْقَوْلِ وَهُمْ بِأَمْرِهِ يَعْمَلُوْنَ
“Mereka itu tidak mendahului-Nya dengan perkataan, dan mereka mengerjakan perintah-perintah-Nya.” (Al-Anbiya`: 27)
2. Dzahir surat Al-Kahfi ayat 50
وَإِذْ قُلْنَا لِلْمَلاَئِكَةِ اسْجُدُوا لآدَمَ فَسَجَدُوا إِلاَّ إِبْلِيْسَ كَانَ مِنَ الْجِنِّ فَفَسَقَ عَنْ أَمْرِ رَبِّهِ
“Dan (ingatlah) ketika Kami berfirman kepada para malaikat: ‘Sujudlah kamu kepada Adam’, maka sujudlah mereka kecuali iblis. Dia adalah dari golongan jin, lalu ia mendurhakai perintah Rabbnya.”
Allah menegaskan dalam ayat ini bahwa iblis dari jin, dan jin bukanlah malaikat. Ulama yang memegang pendapat ini menyatakan: “Ini adalah nash Al-Qur`an yang tegas dalam masalah yang diperselisihkan ini.” Beliau juga menyatakan: “Dan hujjah yang paling kuat dalam masalah ini adalah hujjah mereka yang berpendapat bahwa iblis bukan dari malaikat.”
Adapun pendapat kedua  bahwa iblis dari malaikat, menurut Al-Qurthubi, adalah pendapat jumhur ulama termasuk Ibnu ‘Abbas radhiallahu ‘anhuma. Alasannya adalah firman Allah:
وَإِذْ قُلْنَا لِلْمَلاَئِكَةِ اسْجُدُوا لآدَمَ فَسَجَدُوا إِلاَّ إِبْلِيْسَ أَبَى وَاسْتَكْبَرَ وَكَانَ مِنَ الْكَافِرِيْنَ
“Dan (ingatlah) ketika Kami berfirman kepada para malaikat: ‘Sujudlah kamu kepada Adam,’ maka sujudlah mereka kecuali Iblis; ia enggan dan takabur dan adalah ia termasuk golongan orang-orang yang kafir.” (Al-Baqarah: 34)
Juga ada alasan-alasan lain berupa beberapa riwayat Israiliyat.
Pendapat yang kuat adalah pendapat yang pertama, insya Allah, karena kuatnya dalil mereka dari ayat-ayat yang jelas.
Adapun alasan pendapat kedua (yakni surat Al-Baqarah ayat 34), sebenarnya ayat tersebut tidak bahwa iblis dari malaikat. Karena susunan kalimat tersebut adalah susunan istitsna` munqathi’ (yaitu yang dikecualikan tidaklah termasuk jenis yang disebutkan).
Adapun cerita-cerita asal-usul iblis, itu adalah cerita Israiliyat. Ibnu Katsir menyatakan: “Dan dalam masalah ini (asal-usul iblis), banyak yang diriwayatkan dari ulama salaf. Namun mayoritasnya adalah Israiliyat (cerita-cerita dari Bani Israil) yang (sesungguhnya) dinukilkan untuk dikaji –wallahu a’lam–, Allah lebih tahu tentang keadaan mayoritas cerita itu. Dan di antaranya ada yang dipastikan dusta, karena menyelisihi kebenaran yang ada di tangan kita. Dan apa yang ada di dalam Al-Qur`an sudah memadai dari yang selainnya dari berita-berita itu.” (Tafsir Ibnu Katsir, 3/94)
Asy-Syinqithi menyatakan: “Apa yang disebutkan para ahli tafsir dari sekelompok ulama salaf, seperti Ibnu ‘Abbas dan selainnya, bahwa dahulu iblis termasuk pembesar malaikat, penjaga surga, mengurusi urusan dunia, dan namanya adalah ‘Azazil, ini semua adalah cerita Israiliyat yang tidak bisa dijadikan landasan.” (Adhwa`ul Bayan, 4/120-121)
Siapakah Setan?2
Setan atau Syaithan (شَيْطَانٌ) dalam bahasa Arab diambil dari kata (شَطَنَ) yang berarti jauh. Ada pula yang mengatakan bahwa itu dari kata (شَاطَ) yang berarti terbakar atau batal. Pendapat yang pertama lebih kuat menurut Ibnu Jarir dan Ibnu Katsir, sehingga kata Syaithan artinya yang jauh dari kebenaran atau dari rahmat Allah Subhanahu wa Ta’ala (Al-Misbahul Munir, hal. 313).
Ibnu Jarir menyatakan, syaithan dalam bahasa Arab adalah setiap yang durhaka dari jin, manusia atau hewan, atau dari segala sesuatu.
Demikianlah Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
وَكَذَلِكَ جَعَلْنَا لِكُلِّ نَبِيٍّ عَدُوًّا شَيَاطِيْنَ اْلإِنْسِ وَالْجِنِّ يُوْحِي بَعْضُهُمْ إِلَى بَعْضٍ زُخْرُفَ الْقَوْلِ غُرُوْرًا
“Dan demikianlah Kami jadikan bagi tiap-tiap nabi itu musuh, yaitu setan-setan (dari jenis) manusia dan (dari jenis) jin, sebahagian mereka membisikkan kepada sebahagian yang lain perkataan-perkataan yang indah-indah untuk menipu (manusia).” (Al-An’am: 112)
(Dalam ayat ini) Allah menjadikan setan dari jenis manusia, seperti halnya setan dari jenis jin. Dan hanyalah setiap yang durhaka disebut setan, karena akhlak dan perbuatannya menyelisihi akhlak dan perbuatan makhluk yang sejenisnya, dan karena jauhnya dari kebaikan. (Tafsir Ibnu Jarir, 1/49)
Ibnu Katsir menyatakan bahwa syaithan adalah semua yang keluar dari tabiat jenisnya dengan kejelekan (Tafsir Ibnu Katsir, 2/127). Lihat juga Al-Qamus Al-Muhith (hal. 1071).
Yang mendukung pendapat ini adalah surat Al-An’am ayat 112:
وَكَذَلِكَ جَعَلْنَا لِكُلِّ نَبِيٍّ عَدُوًّا شَيَاطِيْنَ اْلإِنْسِ وَالْجِنِّ يُوْحِي بَعْضُهُمْ إِلَى بَعْضٍ زُخْرُفَ الْقَوْلِ غُرُوْرًا
“Dan demikianlah Kami jadikan bagi tiap-tiap nabi itu musuh, yaitu setan-setan (dari jenis) manusia dan (dari jenis) jin, sebahagian mereka membisikkan kepada sebahagian yang lain perkataan-perkataan yang indah-indah untuk menipu (manusia).” (Al-An’am: 112)
Al-Imam Ahmad meriwayatkan dari Abu Dzar radhiallahu ‘anhu, ia berkata: Aku datang kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan beliau berada di masjid. Akupun duduk. Dan beliau menyatakan: “Wahai Abu Dzar apakah kamu sudah shalat?” Aku jawab: “Belum.” Beliau mengatakan: “Bangkit dan shalatlah.” Akupun bangkit dan shalat, lalu aku duduk. Beliau berkata: “Wahai Abu Dzar, berlindunglah kepada Allah dari kejahatan setan manusia dan jin.” Abu Dzar berkata: “Wahai Rasulullah, apakah di kalangan manusia ada setan?” Beliau menjawab: “Ya.”
Ibnu Katsir menyatakan setelah menyebutkan beberapa sanad hadits ini: “Inilah jalan-jalan hadits ini. Dan semua jalan-jalan hadits tersebut  kuatnya hadits itu dan keshahihannya.” (Tafsir Ibnu Katsir, 2/172)
Yang mendukung pendapat ini juga hadits Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam riwayat Muslim:
الْكَلْبُ اْلأَسْوَدُ شَيْطَانٌ
“Anjing hitam adalah setan.”
Ibnu Katsir menyatakan: “Maknanya –wallahu a’lam– yaitu setan dari jenis anjing.” (Tafsir Ibnu Katsir, 2/173)
Ini adalah pendapat Qatadah, Mujahid dan yang dikuatkan oleh Ibnu Jarir, Ibnu Katsir, Asy-Syaukani dan Asy-Syinqithi.
Dalam masalah ini ada tafsir lain terhadap ayat itu, tapi itu adalah pendapat yang lemah. (ed)
Ketika membicarakan tentang setan dan tekadnya dalam menyesatkan manusia, Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
قَالَ أَنْظِرْنِي إِلَى يَوْمِ يُبْعَثُوْنَ. قَالَ إِنَّكَ مِنَ الْمُنْظَرِيْنَ. قَالَ فَبِمَا أَغْوَيْتَنِي لأَقْعُدَنَّ لَهُمْ صِرَاطَكَ الْمُسْتَقِيْمَ. ثُمَّ لآتِيَنَّهُمْ مِنْ بَيْنِ أَيْدِيْهِمْ وَمِنْ خَلْفِهِمْ وَعَنْ أَيْمَانِهِمْ وَعَنْ شَمَائِلِهِمْ وَلاَ تَجِدُ أَكْثَرَهُمْ شَاكِرِيْنَ
“Iblis menjawab: ‘Beri tangguhlah aku sampai waktu mereka dibangkitkan’, Allah berfirman: ‘Sesungguhnya kamu termasuk mereka yang diberi tangguh.’ Iblis menjawab: ‘Karena Engkau telah menghukumiku tersesat, aku benar-benar akan (menghalang-halangi) mereka dari jalan Engkau yang lurus. Kemudian aku akan mendatangi mereka dari muka dan dari belakang mereka, dari kanan dan kiri mereka. Dan Engkau tidak akan mendapati kebanyakan mereka bersyukur (taat).” (Al-A’raf: 14-17)
Setan adalah turunan Iblis, sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
أَفَتَتَّخِذُوْنَهُ وَذُرِّيَّتَهُ أَوْلِيَاءَ مِنْ دُوْنِي وَهُمْ لَكُمْ عَدُوٌّ بِئْسَ لِلظَّالِمِيْنَ بَدَلاً
“Patutkah kamu mengambil dia dan turunan-turunannya sebagai pemimpin selain-Ku, sedang mereka adalah musuhmu? Amat buruklah Iblis itu sebagai pengganti (Allah) bagi orang-orang yang dzalim.” (Al-Kahfi: 50)
Turunan-turunan Iblis yang dimaksud dalam ayat ini adalah setan-setan. (Taisir Al-Karim Ar-Rahman, hal. 453)
Penggambaran Tentang Jin
Al-jinnu berasal dari kata janna syai`un yajunnuhu yang bermakna satarahu (menutupi sesuatu). Maka segala sesuatu yang tertutup berarti tersembunyi. Jadi, jin itu disebut dengan jin karena keadaannya yang tersembunyi.
Jin memiliki roh dan jasad. Dalam hal ini, Syaikhuna Muqbil bin Hadi rahimahullahu mengatakan: “Jin memiliki roh dan jasad. Hanya saja mereka dapat berubah-ubah bentuk dan menyerupai sosok tertentu, serta mereka bisa masuk dari tempat manapun. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan kepada kita agar menutup pintu-pintu sembari beliau mengatakan: ‘Sesungguhnya setan tidak dapat membuka yang tertutup’. Beliau memerintahkan agar kita menutup bejana-bejana dan menyebut nama Allah Subhanahu wa Ta’ala atasnya. Demikian pula bila seseorang masuk ke rumahnya kemudian membaca bismillah, maka setan mengatakan: ‘Tidak ada kesempatan menginap’. Jika seseorang makan dan mengucapkan bismillah, maka setan berkata: ‘Tidak ada kesempatan menginap dan bersantap malam’.” (Nashihatii li Ahlis Sunnah Minal Jin) Jin bisa berujud seperti manusia dan binatang. Dapat berupa ular dan kalajengking, juga dalam wujud unta, sapi, kambing, kuda, bighal, keledai dan juga burung. Serta bisa berujud Bani Adam seperti waktu setan mendatangi kaum musyrikin dalam bentuk Suraqah bin Malik kala mereka hendak pergi menuju Badr. Mereka dapat berubah-ubah dalam bentuk yang banyak, seperti anjing hitam atau juga kucing hitam. Karena warna hitam itu lebih signifikan bagi kekuatan setan dan mempunyai kekuatan panas. (Idhahu Ad-Dilalah, hal. 19 dan 23) Kaum jin memiliki tempat tinggal yang berbeda-beda. Jin yang shalih bertempat tinggal di masjid dan tempat-tempat yang baik. Sedangkan jin yang jahat dan merusak, mereka tinggal di kamar mandi dan tempat-tempat yang kotor. (Nashihatii li Ahlis Sunnah Minal Jin) Tulang dan kotoran hewan adalah makanan jin. Di dalam sebuah hadits, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata kepada Abu Hurairahradhiallahu ‘anhu:
ابْغِنِي أَحْجَارًا أَسْتَنْفِضْ بِهَا وَلاَ تَأْتِنِي بِعَظْمٍ وَلاَ بِرَوْثَةٍ. فَأَتَيْتُهُ بِأَحْجَارٍ أَحْمَلُهَا فِي طَرَفِ ثَوْبِي حَتَّى وَضَعْتُهَا إِلَى جَنْبِهِ ثُمَّ انْصَرَفْتُ حَتَّى إِذَا فَرَغَ مَشَيْتُ فَقُلْتُ: مَا بَالُ الْعَظْمِ وَالرَّوْثَةِ؟ قَالَ: هُمَا مِنْ طَعَامِ الْجِنِّ وَإِنَّهُ أَتَانِي وَفْدُ جِنِّ نَصِيْبِيْنَ وَنِعْمَ الْجِنُّ فَسَأَلُوْنِي الزَّادَ فَدَعَوْتُ اللهَ لَهُمْ أَنْ لاَ يَمُرُّوا بِعَظْمٍ وَلاَ بِرَوْثَةٍ إِلاَّ وَجَدُوا عَلَيْهَا طَعَامًا
“Carikan beberapa buah batu untuk kugunakan bersuci dan janganlah engkau carikan tulang dan kotoran hewan.” Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu berkata: “Aku pun membawakan untuknya beberapa buah batu dan kusimpan di sampingnya. Lalu aku menjauh hingga beliau menyelesaikan hajatnya.”
Aku bertanya: “Ada apa dengan tulang dan kotoran hewan?”
Beliau menjawab: “Keduanya termasuk makanan jin. Aku pernah didatangi rombongan utusan jin dari Nashibin, dan mereka adalah sebaik-baik jin. Mereka meminta bekal kepadaku. Maka aku berdoa kepada Allah untuk mereka agar tidaklah mereka melewati tulang dan kotoran melainkan mereka mendapatkan makanan.” (HR. Al-Bukhari no. 3860 dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, dalam riwayat Muslim disebutkan: “Semua tulang yang disebutkan nama Allah padanya”, ed)
Gambaran Tentang Iblis dan Setan
Iblis adalah wazan dari fi’il, diambil dari asal kata al-iblaas yang bermakna at-tai`as (putus asa) dari rahmat Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Mereka adalah musuh nomer wahid bagi manusia, musuh bagi Adam dan keturunannya. Dengan kesombongan dan analoginya yang rusak serta kedustaannya, mereka berani menentang perintah Allah Subhanahu wa Ta’ala saat mereka enggan untuk sujud kepada Adam.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
وَإِذْ قُلْنَا لِلْمَلاَئِكَةِ اسْجُدُوا لآدَمَ فَسَجَدُوا إِلاَّ إِبْلِيْسَ أَبَى وَاسْتَكْبَرَ وَكَانَ مِنَ الْكَافِرِيْنَ
“Dan (ingatlah) ketika Kami berfirman kepada para malaikat: ‘Sujudlah kamu kepada Adam,’ maka sujudlah mereka kecuali Iblis. Ia enggan dan takabur, dan adalah ia termasuk golongan orang-orang yang kafir.” (Al-Baqarah: 34)
Malah dengan analoginya yang menyesatkan, Iblis menjawab:
قَالَ أَنَا خَيْرٌ مِنْهُ خَلَقْتَنِي مِنْ نَارٍ وَخَلَقْتَهُ مِنْ طِيْنٍ
“Aku lebih baik darinya: Engkau ciptakan aku dari api sedang dia Engkau ciptakan dari tanah.” (Al-A’raf: 12)
Analogi atau qiyas Iblis ini adalah qiyas yang paling rusak. Qiyas ini adalah qiyas batil karena bertentangan dengan perintah Allah Subhanahu wa Ta’ala yang menyuruhnya untuk sujud. Sedangkan qiyas jika berlawanan dengan nash, maka ia menjadi batil karena maksud dari qiyas itu adalah menetapkan hukum yang tidak ada padanya nash, mendekatkan sejumlah perkara kepada yang ada nashnya, sehingga keberadaannya menjadi pengikut bagi nash.
Bila qiyas itu berlawanan dengan nash dan tetap digunakan/ diakui, maka konsekuensinya akan menggugurkan nash. Dan inilah qiyas yang paling jelek!
Sumpah mereka untuk menggoda Bani Adam terus berlangsung sampai hari kiamat setelah mereka berhasil menggoda Abul Basyar (bapak manusia) Adam dan vonis sesat dari Allah Subhanahu wa Ta’ala untuk mereka. Allah Subhanahu wa Ta’ala mengingatkan kita dengan firman-Nya:
يَابَنِي آدَمَ لاَ يَفْتِنَنَّكُمُ الشَّيْطَانُ كَمَا أَخْرَجَ أَبَوَيْكُمْ مِنَ الْجَنَّةِ يَنْزِعُ عَنْهُمَا لِبَاسَهُمَا لِيُرِيَهُمَا سَوْآتِهِمَا إِنَّهُ يَرَاكُمْ هُوَ وَقَبِيْلُهُ مِنْ حَيْثُ لاَ تَرَوْنَهُمْ إِنَّا جَعَلْنَا الشَّيَاطِيْنَ أَوْلِيَاءَ لِلَّذِيْنَ لاَ يُؤْمِنُوْنَ
“Hai anak Adam, janganlah sekali-kali kamu dapat ditipu oleh setan sebagaimana ia telah mengeluarkan kedua ibu bapakmu dari surga. Ia menanggalkan pakaian keduanya untuk memperlihatkan kepada keduanya auratnya. Sesungguhnya ia dan pengikut-pengikutnya melihat kamu dari suatu tempat yang kamu tidak bisa melihat mereka. Sesungguhnya Kami telah menjadikan setan-setan itu pemimpin-pemimpin bagi orang-orang yang tidak beriman.” (Al-A’raf: 27)
Karena setan sebagai musuh kita, maka kita diperintahkan untuk menjadi musuh setan. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
إِنَّ الشَّيْطَانَ لَكُمْ عَدُوٌّ فَاتَّخِذُوْهُ عَدُوًّا إِنَّمَا يَدْعُو حِزْبَهُ لِيَكُوْنُوا مِنْ أَصْحَابِ السَّعِيْرِ
“Sesungguhnya setan itu adalah musuh bagimu, maka anggaplah ia musuhmu, setan-setan itu hanya mengajak golongannya supaya mereka menjadi penghuni neraka yang menyala-nyala.” (Fathir: 6)
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
أَفَتَتَّخِذُوْنَهُ وَذُرِّيَّتَهُ أَوْلِيَاءَ مِنْ دُوْنِي وَهُمْ لَكُمْ عَدُوٌّ بِئْسَ لِلظَّالِمِيْنَ بَدَلاً
“Patutkah kamu mengambil dia dan turunan-turunannya sebagai pemimpin selain-Ku, sedangkan mereka adalah musuhmu? Amat buruklah Iblis itu sebagai pengganti (Allah) bagi orang-orang yang dzalim.” (Al-Kahfi: 50) Semoga kita semua terlindung dari godaan-godaannya. Wal ’ilmu ’indallah.

Cinta adalah bayangan Tuhan

Jika engkau mencintai,

engkau akan merelakan sayap kiri siang dan malammu untuk engkau patahkan,
Lalu engkau merelakannya terkubur di pusara waktu
yang kehilangan nafas bersama dengus serigala yang senantiasa engkau pelihara dikarantina jiwa..


Lalu binar-binar pesonanya menjelma kalimat-kalimat terbijak di sanubari..
Perlahan kekasihpun menjelma ribuan bulu-bulu lembut di atas rangka sayap barumu hingga kemanapun engkau mengembara, ia senantiasa turut mengimbangi kepakan kananmu dan angin mewangi aromanya senantiasa meruang di alam pikirmu..


Bahkan seorang sahaya akan bergegas membangun mahligai biru di mega-mega nirwana
dan lekas ternobatkan diraja oleh kurcaci-kurcaci asa yang telah tanak di kepundan jiwa..


Bertelanjang lepas dari kain-kain goni dan menyihirnya dari gumpalan hasrat yang kian lama terlipat-lipat di balik roh kemiskinan,
menjelmalah dewangga lengkap mafela di anggun leher singgahsananya..


Tak ada yang tidak bisa untuk seorang raja
limpahkan cinderamata dan perhiasan ragawi untuk sang permaisuri
yang terbaring cantik di manzil peraduan rembulan..
Pintanya, adalah titah terindah selayak arak surgawi yang telah menjalar ke seluruh aliran darah keberdayaan yang terlelap lama di kolong kepedihan..
Lalu segenapnya mencambuk tidak bisa hingga ia berlekas mandi, menyegarkan bisanya..


Cinta adalah bayangan Tuhan.
Karenanya, segalanya akan digiring menuju daya kemungkinan.
Ia bersemayam dijasad waktu, di rerimbunan handai taulan dan menjelma nafas bagi-bagi mereka yang menyambut penuh keridhaan..


Kala engkau mencintai,
engkau merasakan betapa Tuhan Maha mencintai dengan cara-cara-Nya yang keramat..
Bilapun engkau lelah menuju titik-titik kejenuhan yang membuatmu gerah akan bulu-bulu sayapnya yang memberatkan dirimu mengangkasa,
beda Tuhan, tak membutuhkan kesetiaan pada segala makhluk, namun Ia senantiasa mencinta..


Mencintai adalah merasakan bayangan Tuhan mengikuti alur kehidupan penuh kasih,
Karena itulah karunia-Nya...

HIPNOTIZM

Definisi dan Sejarah Ilmu Hipnotis (HIPNOSIS/GENDAM)

Kata ‘Hipnotis’ dan ‘hipnotisme’ sama-sama merupakan turunan dari istilah ‘neuro-hipnotisme’ (nervous sleep), dicetuskan oleh dokter bedah Skotlandia James Braid sekitar tahun 1841 dan kemudian dikenal sebagai Bapak Hipnotis Modern. Braid mendasari cara kerjanya dengan metode yang dikembangkan oleh Frans Mesmer dan para pengikutnya (“Mesmerisme” atau “Magnetisme Binatang”), tapi berbeda dengan teorinya sebagaimana prosedur dilakukan.

Hipnosis (Inggris: hypnosis) adalah teknik atau praktik dalam mempengaruhi orang lain secara sengaja untuk masuk ke dalam kondisi yang menyerupai tidur, dimana seseorang yang terhipnotis bisa menjawab pertanyaan yang diajukan, serta menerima sugesti dengan tanpa perlawanan. Teknik ini sering dilakukan untuk menjelajahi alam bawah sadar.

Ilmu Gendam adalah ilmu olah kebatinan yang digunakan untuk memanipulasi kehendak orang lain, Kekuatan sebenarnya ada pada olah kebatinannya disertai keyakinan yang kuat sehingga tercipta energi dahsyat yang dapat memanipulasi kehendak orang yang menjadi sasaran.Dalam kasus kejahatan, gendam digunakan untuk memanipulasi kehendakkorban sehingga ia tidak melawan dan menuruti kemauan penggendam. Hipnotis disebut sebagai western style dengan menggunakan kekuatan verbal. Adapun Gendam disebut sebagai eastern style dan tergolong sebagai tradisional hipnotis. Contoh lain tradisional hipnotis adalah pendulum dan tenaga dalam.

Berlawanan dengan kesalahan konsep popular, bahwa hipnotis merupakan sebuah bentuk mirip ketidaksadaran waktu tidur, penelitan kontemporer menyebutkan bahwa hipnotis sesungguhnya merupakan keadaan bangun dari konsentrasi yang terfokus dan berpusat pada sugestibilitas, dengan kewaspadaan perifer yang berkurang. Pada buku pertama topik ini “Neurypnology” (1843), Braid mendeskripsikan “hipnotisme” sebagai keadaan relaksasi fisik disertai dan diinduksi konsentrasi mental (“abstraksi”).

Metode hipnotis bisa dibagi dua. Sleep transhipnosis dengan ciri korban yang terhipnotis dalam keadaan tidur. Metode lainnya bernamawaking transhipnosis. Cirinya, yang terhipnotis dalam keadaan mata terbuka.
Apakah Hipnotis Itu Ada Kaitannya Dengan Jin, Dan Apa Hukumnya?

Tidak kita pungkiri bahwa pertanyaan ini terkadang selalu muncul pada benak kita. Dan tidak kita pungkiri banyak orang menganggap bahwa penggunaan cara hipnotis itu banyak. Dan kenyataannya memang demikian, namun di suatu negara dan tempat penggunaannya ternyat berbeda. Kalau di jazirah arab banyak digunakan untuk menyembuhkan, menguatkan persiapan ujian, dan lainnya yang kelihatannya baik. Berbeda di negara yang lain digunakan untuk sarana merampok, mencuri dan menipu.

Maka dari sini kita akan berusaha melihat apa hukum yang diberikan para ulama umat ini. Dan alhamdulillah kita bisa menemukan dan setelah itu mengikuti apa yang difatwakan oleh Asy-Syaikh Al-Albany dan Al-Lajnah Ad-Daimah yang dipimpin oleh Asy-Syaikh Ibnu Baz.

Pertama, kita menyebut perkara ini dengan kata hipnotis, adapun dalam bahasa inggris dengan kata hypnotism atau kata yang mendekatai dengan itu seperti hypnotic atau yang lain. Dan dalam bahasa arab disebut dengan التَنْوِيْمُ المَغْنَاطِيْسِي.

Berikut fatwa dan pengarahan ulama terkait permasalahan ini.

Sebagaimana pada kitab “Alfu Fatawa Li Asy-Syaikh Al-Albany” (2/90) yang dikumpulka oleh Abu Sanad Fathullah, sebuah pertanyaan ditujukan pada Asy-Syaikh رحمه الله:

Di sana ada bentuk yang lain dari bentuk ruqyah, yaitu yang mereka sebut pada zaman ini dengan (الطبِّ الرَّوحاني) / (التنويم المغناطيسي), apakah hal itu boleh atau tidak?

Jawab: Pengobatan yang diberikan oleh sebagian orang yang menampakkan dirinya seperti orang shalih yang disebut dengan nama di atas, entah dengan cara seperti orang dulu yaituberhubungan dengan jin seperti dilakukan oleh orang-orang jahiliyah, atau yang lain yang saya sebut dengan hipnotis, maka hal ini adalah cara yang tidak disyari’atkan.Karena semua ini terjadi dengan meminta pertolongan kepada jin. Yang mana ini merupakan sebab sesatnya kaum musyrikin. Hal ini sebagaimana Allah تعالى sebutkan,
وَأَنَّهُ كَانَ رِجَالٌ مِنَ الْإِنْسِ يَعُوذُونَ بِرِجَالٍ مِنَ الْجِنِّ فَزَادُوهُمْ رَهَقًا

“Dan bahwasanya ada sekelompok lelaki dari bangsa manusia meminta perlindungan kepada sekelompok lelaki bangsa jin, maka mereka menambahi mereka ketakutan dan dosa.” (Al-Jin: 6)

Dinukil dari Ash-Shahihah (6/614)

Dalam kitab “Fatawa Al-Lajnah Ad-Da’imah” (1/338) fatwa no. 1779 disebutkan:

Pertanyaan: Apakah hukum islam terkait hipnotis, yang dengannya akan menguat kemampuan penghipnotis (penghilang kesadaran) menguasai yang dihipnotis lalu berikutnya orang tersebut akan mudah dikendalikan, untuk diajak meninggalkan perkara yang haram atau disembuhkan dari penyakitnya, atau melakukan sesuatu yang dituntut oleh penghipnotis?

Jawab: Hipnotis itu merupakan bentuk perilaku perdukunan (sihir) yang dilakukan melalui bantuan jin, yang dengannya penghipnotis bisa mempengaruhi orang yang dihipnotis. Maka dia berbicara sesuai kemauan penghipnotis, dan jin itu memberinya kekuatan untuk melakukan sebagian pekerjaan dengan tekanan pengaruh padanya. Jika hal itu bertepatan dengan penghipnotis maka itu merupakan ketaatan padanya, sebagai balasan dari apa yang dipersembahkan penghipnotis dan menjadikan jin itu yang menghipnotis mentaati kemauan penghipnotis….. (Dan seterusnya yang menunjukkan adanya kerjasama antara penghipnotis dan jin). Bahkan hal ini adalah syirik, karena hal ini adalah mengadu dan meminta tolong kepada selain Allah تعالى.

Asy-Syaikh Al-Albany ditanya sebagaimana dalam kaset “Silsilah Huda wa Nur” no. 324:

Apa hukum hipnotis?

Jawab: Ini adalah dajjal model baru, dajjal yang menyesuaikan zaman, maka hal ini tidak boleh.

Pada kaset no. 27 beliau setelah menyebutkan hukum perdukunan dan sebagainya beliau berkata:

Hipnotis ini termasuk perantara yang ghaib dari manusia, kalau memang seperti ini maka tidak boleh ditempuh.

Setelah terjadi diskusi dengan para penanya, maka kesimpulan ucapan beliau bahwa hal ini ditempuh dengan cara perdukunan dan sihir dan meminta bantuan jin.

Guru kami Asy-Syaikh Muhammad Al-Imam حفظه الله تعالى berkata:

Hipnotis memiliki keterkaitan dengan ilmu sihir, kedustaan besar (dajl) terhadap manusia, menggunakan bantuan jin dan syaithan. Maka tidak ada yang menggunakan cara ini kecuali orang yang keluar dari agama, yang mana dia tidak punya rasa takut kepada Allah تعالى dan tidak merasa diawasi oleh Allah تعالى, bahkan dia penjahat dan dia termasuk yang disebut dengan dajjal.

Jika seseorang turun berada di suatu tempat dan dia takut akan dihipnotis, apa yang harus dia lakukan?

Asy-Syaikh Muhammad Al-Imam حفظه الله تعالى menjawab:

Seharusnya dia pergi dari tempat itu dan harus berhati-hati atau mawas diri. Paling tidak dia harus berhati-hati dari hal-hal seperti jika diberi minuman atau hal-hal yang menjadi perantara hipnotis (entah ucapan, pandangan atau sentuhan). Melindungi diri dengan dzikir-dzikir dan doa-doa. Atau berusaha membawa teman dan tidak bepergian sendirian. Dan paling tidak selalu berusaha hati-hati dan mawas diri.

Hipnotis telah dijadikan program acara pada televisi, apakah hukum menyaksikannya dan apakah akan berpengaruh terhadap yang menyaksikan?

Asy-Syaikh Muhammad Al-Imam حفظه الله تعالى menjawab:

Tidak boleh menyaksikan acara ini karena padanya ada penipuan kepada manusia dan perancuan, serta kedustaan besar terhadap manusia dari sisi terkadang nampak bagi seseorang suatu hal yang seakan-akan benar padahal tidak sebenarnya lalu dia membenarkannya. Dan ini adalah perkara yang bahaya bagi agama seseorang dn keyakinannya.

Dan acara ini bisa jadi akan memberi pengaruh kepada yang menyaksikan, dari sisi akan terjangkit syubhat (kerancuan), menyangka bahwa orang-orang pendusta ini mendatangkan kebenaran.

http://www.facebook.com/notes/bupati-neraka/hipnotizm/214704861884983?notif_t=like